Hari Krida Pertanian: Upaya Pemerintah Meningkatkan Produksi Pangan Melalui Pertanian Rakyat
Hari Krida Pertanian. Foto: spi.or.id
(Istimewa)Mungkin masih banyak yang asing dengan Hari Krida Pertanian yang diperingati setiap 21 Juni, karena selama ini peringatan hari tani nasional dilaksanakan 24 September setiap tahun. Berbeda latar belakang sejarah, membuat perayaan dua momen ini juga tak sama tanggal dan bulannya.
Sesuai dengan literasi yang berhasil Demfarm sarikan dari berbagai sumber, Hari Krida Pertanian diperingati dengan didasari atas pertimbangan bahwa pada tanggal tersebut ditinjau dari segi astronomis, matahari yang memberikan tenaga kehidupan bagi tumbuhan, hewan dan manusia, berada pada garis balik utara (23,50 lintang utara) di mana pada saat itu terjadi pergantian iklim yang seirama dengan perubahan – perubahan usaha kegiatan pertanian.
Di mana akhir abad ke-IX mulai diperkenalkan apa yang disebut pranata mangsa, yaitu cara pembagian musim dalam 12 musim yang diuraikan secara lengkap, antara lain meliputi hujan, angin, serangga, penyakit, dan sebagainya, tanggal 21 Juni merupakan saat permulaan musim ke-I yang merupakan awal dari siklus 12 musim tersebut. Dengan demikian bulan Juni merupakan bulan yang penting bagi masyarakat pertanian. Kegiatan panen berbagai komoditi pertanian, seperti kopi, cengkeh, lada, dan berbagai hasil pertanian dan perkebunan lainnya umumnya dilaksanakan sekitar bulan Juni – Juli.
Singkatnya, Hari Krida Pertanian adalah hari di mana penghargaan kepada orang, keluarga dan masyarakat yang dinilai berjasa dan berprestasi dalam pembangunan bangsa dan negara, khususnya pembangunan di sektor pertanian demikian diungkap laman pertanian.go.id
Produksi Pangan di Indonesia dan Kebijakan Pemerintah yang Mendukung
Pandemi COVID-19 telah terbukti berdampak pada semua lini kehidupan manusia di muka bumi ini. Karena sejak awal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memprediksi akan adanya ancaman krisis pangan FAO menyatakan apabila negara tidak melakukan antisipasi, krisis pangan dampaknya masyarakat yang akan kesulitan mencukupi kebutuhan hidup terutama pangan.
Kabiro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga mengatakan Kementerian Pertanian bersinergi dengan stakeholder lainnya telah melaksanakan program menjaga stabilitas harga bahan pangan, fasilitasi pembiayaan petani melalui KUR dan asuransi pertanian, serta memperluas akses pasar.
Hal itu, menjadi salah satu langkah penting untuk mengantisipasi dampak langsung terhadap krisis pangan disaat pandemi masih berlangsung hingga kini, kata dia.
Secara khusus dalam menjaga ketahanan pangan pemerintah menerbitkan empat kebijakan, yang dinamai Cara Bertindak.
1. Meningkatkan kapasitas produksi pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 85.456 hektare untuk intensifikasi dan 79.142 hektare untuk ekstensifikasi. Juga memperluas areal tanam baru yang difokuskan untuk menanam jagung, bawang merah, dan cabai di daerah defisit, serta peningkatan gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengurangi impor.
2.Diversifikasi pangan lokal, dengan memanfaatkan pangan ubi kayu, jagung, sagu, pisang, kentang dan sorgum, serta pemanfaatan lahan pekarangan dan marjinal melalui program pangan lestari.
3.Penguatan cadangan logistik dan sistem logistik pangan. Dilakukan dengan pengembangan Lembar Persiapan Menyuluh berbasis daerah.
4.Pengembangan pertanian modern. Cara ini dilakukan dengan pengembangan smart farming, pemanfaatan screen house, food estate, dan korporasi petani.
Program ketahanan pangan sebenarnya, telah dilakukan sejak tahun 2017, ungkap Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (ESPK-BRG) Myrna A Safitri.
Ia mengatakan program Desa Peduli Gambut telah dilaksanakan. “Program ini melibatkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan gambut, seperti di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan,” kata Myrna.
BRG bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan mengembangkan 14 lokasi kawasan pedesaan.
“Konsepnya, sebuah desa berfungsi sebagai pusat program dan desa lainnya menjadi pendukung,” ujar dia.
“Lahan pertanian diolah dengan cara tanpa bakar yang dikembangkan melalui sekolah lapang petani gambut,” kata dia.
Strategi Industri Pupuk dalam Meningkatkan Produktivitas Pertanian
Budidaya tanaman, baik hortikultura, pangan, industri maupun perkebunan bahkan tanaman hias tentunya tidak bisa lepas dari penggunaan pupuk. Pupuklah menjadi penentu produktivitas tanaman karena itu anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Pupuk Kaltim selama ini fokus mengembangkan inovasi program Agro-Solution guna memajukan pertanian menuju era pertanian modern dan berkelanjutan sekaligus membantu mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Agro-Solution dilakukan dengan berbasiskan triple bottom-line atau 3P (people, planet, profit) yang tersematkan dalam enam langkah penting implementasi program tersebut,” kata Kepala Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia, dikutip dari bisnis.com, Minggu (1/11/2020).
Adapun enam langkah penting tersebut adalah pertama pengelolaan tanah dan tanaman yang produktif dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Kedua, pendampingan yang intensif. Ketiga, pola budidaya pertanian presisi berbasis teknologi digital (digital farming), yang didukung dengan penggunaan alat dan mesin untuk meningkatkan produktivitas lahan secara kualitas maupun kuantitas.
Keempat, akses permodalan dan perlindungan risiko berupa asuransi pertanian bagi petani. Kelima, pengembangan sosial masyarakat petani dan bisnis inklusif. Terakhir, menciptakan kemitraan pertanian pasar (farm to market partnership) guna meningkatkan ketersediaan pangan sesuai kebutuhan pasar.
“Enam poin tersebut menjadi siklus berkelanjutan yang tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga seluruh pihak yang menjadi bagian dari rantai pasok,” katanya.
Wijaya mengemukakan program ini secara perlahan telah berhasil diimplementasikan. Saat ini, Pupuk Kaltim tengah mengawal keberhasilan Agro-Solution di Jember dan Banyuwangi. Di Jember, program ini diterapkan di atas lahan 40 hektare dan melibatkan 28 petani.
Pupuk Kaltim sebagai koordinator kemitraan, memberikan pendampingan untuk digital farming, serta pendampingan penyediaan pupuk nonsubsidi. Dalam hal permodalan, petani memperoleh akses dari Bank BNI, dan layanan asuransi pertanian dari Asuransi Jasindo.
Selain itu, petani pun mendapatkan pendampingan dari Pemkab Jember untuk akses perizinan dan penyuluhan. Terakhir, ada perusahaan swasta dan koperasi yang bertindak sebagai off taker hasil panen. Di Banyuwangi, Agro-Solution diterapkan di atas lahan 14 hektare bersama 8 orang petani. Layaknya di Jember, para petani mendapatkan pendampingan dari Pemkab Banyuwangi dan PT Pupuk Kaltim, termasuk untuk penyediaan pupuk.
Petani-petani tersebut mendapatkan pembinaan dan kawalan teknis, serta pasokan pupuk non subsidi yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Mereka juga diberi kawalan untuk mendapatkan bantuan permodalan KUR dari perbankan, serta memperoleh asuransi pertanian.
Program ini juga dimanfaatkan untuk uji coba teknologi i-Farm, yaitu aplikasi yang dikembangkan Pupuk Kaltim guna memantau aktivitas dan kemajuan para petani binaan di daerah tersebut.
“Tentunya juga kami bersinergi dengan pemerintah daerah dan petugas PPL untuk membina petani, termasuk juga pihak swasta,” kata Wijaya.
Di Jember, hasil panen meningkat 52,9 persen dari semula 7 ton per hektare menjadi 10,7 ton per hektare. Dari segi pendapatan, naik 69,6 persen dari biasanya Rp21,6 juta per hektar menjadi Rp36,6 juta per hektare. Begitu pun di Banyuwangi, hasil panen melonjak 76 persen dari semula 5 ton per hektare menjadi 8,8 ton per hektare.
Pendapatan pun naik 107,7 persen dari semula Rp13 juta per hektar menjadi Rp27,1 juta per hektare. Sampai dengan kuartal 4 2020, luasan lahan Agro-Solution telah mencapai 1.256,18 hektar yang tersebar disejumlah daerah, seperti Bima, Dompu, Madiun, Magetan, Tulungagung, Tuban, Bojonegoro, Bone, Janeponto, Sidrap, Minahasa, Bolmong, Tomohon, Boalemo, Gorontalo, Banyuwangi dan Jember.