Penggunaan Pupuk Abal-abal Bikin Gagal, Ini Alasannya
Pupuk Abal-abal Bikin Gagal
(Istimewa)Pupuk merupakan salah satu faktor produksi pertanian yang mempengaruhi produktivitas. Tingginya kebutuhan petani akan pupuk, serta disparitas harga yang cukup besar antara pupuk subsidi dan nonsubsidi menjadi celah terjadinya praktik pemalsuan pupuk di Indonesia.
Penyebaran pupuk palsu kerap terjadi di sentra-sentra produksi pertanian, mulai dari Indonesia bagian barat hingga Indonesia bagian timur. Kasus pemalsuan pupuk di lahan pertanian lebih banyak dijumpai di pulau Jawa sebagai basis sentra produksi dan sentra pertanian nasional.
Beberapa modus pelanggaran pupuk yang kerap ditemukan, di antaranya mengedarkan pupuk tidak sesuai izin, mutu dan efektivitas; mengedarkan pupuk tidak sesuai dengan kemasan; mengedarkan pupuk yang sudah habis izin edarnya dan menambahkan unsur berbahaya (B3) tanpa melakukan izin terkait unsur tersebut.
Selain itu, ada pula yang menggunakan nomor izin edar produsen lain, menggunakan merk produsen lain dengan logo yang dimiripkan dengan logo pupuk lain, atau mengganti merek tidak sesuai dengan yang didaftarkan.
Meskipun banyak pelaku pemalsuan pupuk yang telah berhasil diamankan pihak kepolisian, Kementerian Pertanian mengimbau petani selalu waspada agar tidak mengalami gagal panen akibat beredarnya pupuk palsu.
Dalam rangka mencegah beredarnya pupuk palsu, Kementerian Pertanian mewajibkan produsen melakukan monitoring terhadap kios distributor masing-masing. Petani juga diimbau lebih teliti mengidentifikasi mana pupuk asli dan mana yang palsu.
Dampak Penggunaan Pupuk Palsu
Secara teknis inti dari permasalahan pemalsuan pupuk adalah kandungan nutrisi dalam pupuk tidak sesuai spek mutu yang ditetapkan. Berkaitan dengan fungsi dan manfaat pemupukan, ada dua hal penting yang berpengaruh dari pemalsuan pupuk yaitu mutu nutrisi mengalami penurunan atau bahkan peniadaan kandungan unsur nutrisi yang dipalsukan, serta adanya tambahan bahan-bahan yang secara sengaja ditambahkan untuk mensubstitusi kandungan nutrisi yang dipalsukan. Adapun dampak penggunaan pupuk palsu, di antaranya:
1. Gangguan Pertumbuhan Tanaman
Penggunaan pupuk palsu akan mengacaukan perencanaan penggunaan dosis yang disarankan. Penurunan atau bahkan peniadaan kandungan nutrisi pada pupuk akan menyebabkan gangguan pertumbuhan fisiologis tanaman.
Penggunaan pupuk palsu telah terlanjur teraplikasikan pada tanaman tidak secara cepat diketahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Respon tanaman terhadap kinerja pupuk palsu membutuhkan waktu yang bertahap.
Pada tahap awal, penggunaan pupuk palsu pada tanaman akan ditandai gejala defisiensi nutrisi sesuai unsur yang dipalsukan, kemudian dilanjutkan dengan gejala stagnasi pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal.
2. Inefisiensi Pemupukan
Apabila pupuk palsu yang tidak terdeteksi diaplikasikan pada tanaman budidaya, maka dapat dipastikan bahwa kegunaan pupuk tersebut menjadi tidak ada manfaatnya dan secara teknis akan terjadi inefisiensi pemupukan.
Antisipasi penggunaan pupuk palsu dengan penambahan pupuk ekstra sering menjadi tidak efisien dikarenakan penyerapan nutrisi sudah tidak sesuai dengan pola pertumbuhan fisiologis tanaman akibat keterlambatan pemupukan.
Inefisiensi pemupukan dengan pupuk palsu setidaknya akan merugikan dalam tiga hal, yaitu waktu pemupukan, penurunan produktivitas dan penurunan pendapatan.
3. Kerusakan Lingkungan
Penggunaan pupuk palsu juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan apabila bahan-bahan yang ditambahkan mengandung unsur atau senyawa yang dapat mencemarkan lingkungan.
Salah satu contoh kasus pemalsuan pupuk yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan adalah pemalsuan pupuk KCl dengan menggunakan bahan pengganti NaCl.
Bahan pengganti pemalsuan pupuk dalam hal ini NaCl memiliki sifat yang berpotensi merusak sifat fisik tanah menjadi kurang menguntungkan untuk media tanah.
Natrium dalam tanah dapat menyebabkan reaksi disperse merusak struktur tanah sehingga tanah menjadi kompaks dan pada kondisi kelembaban tanah kering sifat tanah menjadi sangat keras, sulit untuk ditembus perakaran.
Kerugian Petani Akibat Pupuk Palsu
Berbagai dampak negatif penggunaan pupuk palsu terhadap pertumbuhan tanaman pada akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas tanaman dan bahkan memungkinkan terjadinya kegagalan panen.
Efek penggunaan pupuk palsu terhadap penurunan produktivitas dan produksi pertanian akan selaras pengaruhnya terhadap penurunan pendapatan sampai pada tingkat skala usaha pertanian yang merugi.
Sebagai contoh, jika petani menggunakan pupuk asli untuk menanam padi, hasilnya bisa mencapai rata-rata 5,6 ton per hektar. Namun dengan pupuk palsu, hasilnya hanya 1 – 2 ton per hektar. Artinya, sama saja dengan hasil produksi tanpa menggunakan pupuk.
Pelaku pertanian yang menggunakan pupuk palsu sekurang-kurangnya akan mengalami kerugian biaya akibat dari kerugian biaya pembelian pupuk, biaya aplikasi pupuk yang sia-sia dan penurunan biaya hasil sisa usaha.
Ciri Pupuk Palsu
Meski sepintas tampak mirip dengan pupuk asli, sebenarnya cukup identifikasi pupuk palsu dapat dilakukan secara sederhana, yaitu melalui pengamatan visual fisik kemasan, labeling dan sifat fisik pupuk yang dibandingkan dengan karakteristik standar pupuk asli.
Petani sebaiknya mengingat bahwa pupuk asli menampilkan logo Pupuk Indonesia di depan karung, dan untuk pupuk bersubsidi tertulis “Pupuk Bersubsidi Pemerintah, Barang Dalam Pengawasan”.
Kemudian, pada karung pupuk juga dicantumkan nomor call center yang dapat dihubungi setiap saat, nomor standar SNI, nomor registrasi produk, dan nomor izin edar.
Lebih spesifik, juga terdapat bag code dan stamp di bagian belakang karung. Hal ini sebagai penanda yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi penyimpangan pupuk bersubsidi.
Pupuk bersubsidi, baik itu Urea, NPK Phonska, ataupun SP36 juga memiliki ciri tersendiri. Pupuk urea berbentuk granul, butirannya lebih besar dan berwarna merah muda, sementara NPK Phonska berwarna merah muda kecokelatan, dan SP36 berwarna abu-abu.
Memahami ciri pupuk asli dan palsu membuat petani lebih mudah mengidentifikasi. Seperti pada kasus di Jawa Tengah pada Maret 2020 lalu. Pembongkaran sindikat palsu Berawal dari kecurigaan Ngatijan, petani asal Trucuk, Klaten. Pupuk Phonska yang ia beli, berbeda dengan pupuk bersubsidi dari pemerintah.
Menurut Ngatijen saat terkena tangan, warna pupuk menempel di tangan dan sulit dihilangkan. Padahal pada pupuk yang asli, cukup dicuci dengan air sisa pupuk yang menempel bisa langsung bersih.
Harga jual pupuk pupuk palsu biasanya jauh di bawah harga pasaran. Dan saat digunakan, pupuk palsu tidak memberikan dampak positif, justru membuat tanaman kerdil dan daun menjadi kering.
Ciri lain yang membedakan, jika pupuk palsu tersebut dicampur dengan urea, maka akan cepat padat. Padahal pada pupuk yang asli, meski tercampur seharian masih berbentuk butiran yang bisa ditabur. (*)