Potensi Pasar Perikanan Tambak di Indonesia
petani tambak
(Istimewa)Perikanan tambak, terutama komoditas udang, memiliki potensi pasar yang cukup besar karena paling banyak diminati pasar global. Dalam kurun waktu 2015–2019 permintaan pasar udang tertinggi nomor dua setelah salmon.
Indonesia sendiri selama kurun waktu tahun 2015-2020 berkontribusi terhadap pemenuhan pasar udang dunia rata-rata sebesar 6,9 persen.
Nilai ekspor udang nasional pada 2019 menempatkan Indonesia di urutan kelima eksportir udang dunia, di bawah India, Ekuador, Vietnam, dan China, dengan pangsa pasar 7,1 persen. Adapun, total volume produksi udang sebesar 239.227 ton dengan nilai ekspor udang Indonesia sebesar 2,04 miliar dolar AS.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Trenggono mengatakan potensi pasar tersebut harus digarap, khususnya pasar yang memberikan nilai tinggi terhadap udang produksi Indonesia, agar Indonesia mampu menguasai pasar udang dunia.
Pada acara Shrimp Talks: Support the Target of 250% Increase in Shrimp Export Value di Universitas Padjadjaran Bandung, 14 Juni 2021 lalu, Trenggono mengungkapkan bahwa KKP mendorong penuh program peningkatan ekspor udang nasional. Untuk mendukung hal tersebut bisa tercapai, ia memaparkan beberapa program yang telah disiapkan KKP guna meningkatkan produksi dan ekspor udang nasional.
Sejumlah kebijakan yang dimaksud antara lain revitalisasi tambak dengan membangun infrastruktur atau sarana dan prasarana sebagai percontohan kawasan udang bagi masyarakat, penyederhanaan perizinan usaha tambak udang, serta pembangunan Model Shrimp Estate untuk budidaya udang dari hulu ke hilir.
Shrimp Estate sendiri merupakan budidaya udang berskala memadai dengan proses budidaya dari hulu hingga hilir berada dalam satu kawasan dengan proses produksi berteknologi. Tujuannya, supaya hasil panen lebih optimal, mencegah penyakit, serta lebih ramah lingkungan agar prinsip budidaya berkelanjutan tetap terjaga.
Namun dalam implementasinya, Trenggono menjelaskan beberapa tantangan pada subsektor perikanan budidaya, salah satunya adalah pakan yang merupakan komponen biaya produksi terbesar.
Untuk itu, kerja sama antara pemerintah dengan produsen pakan nasional harus berjalan beriringan untuk mencapai biaya komponen pakan yang lebih efisien. Dia pun berharap kepada para peneliti agar dapat terus melakukan pengembangan dalam inovasi pakan di Indonesia.
“Selanjutnya saya mengimbau kepada para peneliti, khususnya di perguruan tinggi untuk selalu melakukan inovasi dan riset dalam rangka mengurangi ketergantungan bahan baku impor dan bahan baku yang berasal dari penangkapan,” ucap Menteri Trenggono.
Ia juga mengingatkan pengelolaan produksi dari budidaya udang harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan menerapkan prinsip berkelanjutan.
“Kebijakan KKP dalam pemanfaatan sumber daya tidak hanya mengeksploitasi sebesar-besarnya untuk kepentingan ekonomi, namun harus memperhatikan lingkungan dan keberlanjutan, sehingga pembangunan kelautan dan perikanan di masa depan dapat menyeimbangkan antara ekologi dan ekonomi sesuai dengan arah masa depan ekonomi dunia, yaitu menuju ekonomi biru,” tandas Trenggono.
Sidoarjo Terus Genjot Produksi Perikanan Tambak
Salah satu wilayah penghasil perikanan tambak terbesar di Indonesia adalah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sidoarjo sudah lama dikenal sebagai penghasil komoditas bandeng dan udang. Tidak heran bandeng dan udang menjadi lambang daerah berjuluk Kabupaten Delta tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Oktober 2019, luas area tambak di Sidoarjo mencapai 15.513 hektare yang di 29 desa/kelurahan. Sementara dengan jumlah petani tambak dan pandega atau orang yang membantu kegiatan tambak sebanyak 3.402 orang.
Data BPS pada periode yang sama menunjukkan dari perikanan tambak di wilayah Sidoarjo, produksi bandeng merupakan yang terbesar yakni mencapai 34 ribu ton per bulan. Sedangkan produksi udang lebih dari 13 ribu ton per bulan yang terdiri dari udang windu, udang vaname, dan jenis udang lainnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sidoarjo, Bachruni Aryawan menyebutkan budidaya perikanan tambak di wilayahnya dilakukan secara organik. Hal itu untuk mempertahankan eksistensi para petambak, sebab harga udang organik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan udang yang dibudidayakan menggunakan bahan kimia
“Dalam rangka membuat mereka tetap bisa eksis, harus dengan budidaya organik untuk udang vaname maupun ikan bandeng,” terang Bachruni dilansir Radio Republik Indonesia (RRI), 7 Oktober 2021 lalu.
Agar keterampilan para petambak dalam budidaya meningkat, Dinas Perikanan Sidoarjo bekerja sama dengan PT Atina dan BPAP Jepara untuk melaksanakan sekolah lapangan budidaya tambak. Melalui pelatihan tersebut, petambak diharapkan lebih teliti dalam pendataan perkembangan ikan sejak awal penanaman benih benur.
“Sejak benih benur sampai panen disitu ada catatan secara rutin. Itu yang akan dilakukan Atina, BPAP maupun mitranya,” terangnya.
Melalui pencatatan rutin, petambak bisa mengetahui perkembangan ikan dan solusi yang pas selama masa pengembangan. Pada tahun 2021 ini, inovasi tersebut sudah berjalan, namun masih menunggu listrik masuk ke kawasan petambak agar lebih maksimal.
Menurut Bachruni, upaya tersebut untuk meningkatkan kembali hasil produksi panen udang windu di Sidoarjo yang selama beberapa tahun terakhir menurun drastis. Hal itu karena para petani tambak Sidoarjo lebih memilih udang vaname karena lebih tahan penyakit.
“Untuk mengembangkan udang windu ini, bukan vaname. Kalau vaname kan teman-teman sudah bisa dengan caranya sendiri. Namun ini juga bisa untuk udang vaname,” pungkas Bachruni.
KKP Dorong Pemda Gali Potensi Tambak Wilayah
Melihat besarnya potensi perikanan tambak, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong pemerintah daerah (pemda) menggali potensi serta meningkatkan produktivitas tambak wilayah.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb. Haeru Rahayu menyebut pemerintah menargetkan bantuan benih sebagai salah satu stimulus ekonomi masyarakat agar produktif dan bertumbuh penghasilannya.
“Roda perekonomian masyarakat yang bergerak maju turut meningkatkan kebutuhan sumber pangan. Produksi perikanan budidaya sebagai elemen pendukung ketahanan pangan harus terus meningkat,” kata Tebe, sapaan akrab Tb Haeru, dalam siaran pers KKP, 9 Juni 2021 lalu.
Menurutnya kolaborasi dengan berbagai pihak harus terus ditingkatkan, terutama untuk daerah yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan. “Sangat penting untuk (pemda) menjaga keberlanjutan usaha perikanan budidaya dengan tetap mengedepankan kelestarian lingkungan,” ucap Tebe.
Salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh KKP untuk mengembangkan potensi perikanan tambak, dengan menyalurkan bantuan benih udang windu sebanyak 1,8 juta ekor dan 15 benih ikan kakap putih kepada enam kelompok pembudidaya ikan di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Maros merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi perikanan tambak cukup besar. (*)
Penulis: Eva