Free cookie consent management tool by TermsFeedPupuk dan Milenial Sebagai Senjata Bersaing di Pasar Global - Demfarm
logo-demfarm

Pupuk dan Milenial Sebagai Senjata Bersaing di Pasar Global

·
<p>Pupuk dan Milenial Sebagai Senjata Bersaing di Pasar Global</p>

Pupuk dan Milenial Sebagai Senjata Bersaing di Pasar Global

(Istimewa)

Sensus Penduduk Tahun 2020 (SP2020) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia hingga September 2020 tercatat sebanyak 270,20 juta jiwa. Jumlah ini bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan sensus penduduk 10 tahun lalu.

Dalam rilisnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan komposisi penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi Z dan milenial. Jumlah Generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total populasi penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari generasi milenial yakni sebanyak 69,38 juta jiwa atau sebesar 25,85 persen, diikuti generasi X sebanyak 58,65 juta jiwa atau 21,88 persen.

Komposisi penduduk Indonesia yang didominasi generasi Z dan milenial ini disebut Kepala BPS Suhariyanto sebagai bonus demografi. Hal juga ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk usia produktif dan menurunnya jumlah penduduk yang berusia tua.

Generasi Z merujuk pada penduduk yang lahir pada kurun waktu 1997-2012 atau berusia 8 hingga 23 tahun. Sementara itu generasi milenial merupakan penduduk yang berusia 24-39 tahun atau lahir pada 1981-1996 dan generasi X adalah penduduk yang lahir pada kurun 1965-1980.

Pengklasifikasian kelompok penduduk ini mengacu pada literatur William H Frey, yang membagi kategori penduduk berdasarkan beberapa generasi.

“Adanya pengklasifikasian ini cukup penting karena setiap generasi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Ini yang perlu kita pelajari agar komunikasi antargenerasi lancar dan berdampak positif bagi kehidupan bangsa,” terang Suhariyanto.

Produk Teknologi Pertanian 4.0 Untuk Menarik Milenial

Tantangan sektor pertanian di Indonesia masih cukup banyak, terutama menghadapi era industri 4.0. Tantangan tersebut diantaranya digitalisasi, mekanisasi, dan modernisasi. Selain itu, masih ada masalah lain seperti perubahan lingkungan dan sumber daya alam pertanian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketahanan, keamanan dan diversifikasi pengan, sumber daya manusia hingga regulasi.

Irsan Rajamin, pendiri Habibi Garden, sebuah startup di bidang pertanian yang menerapkan internet of things (IoT) untuk pertanian Indonesia mengatakan tidak hanya usia yang memberikan pengaruh pada berkurangnya sumber daya manusia di sektor pertanian.

Banyak petani beralih ke pekerjaan lain yang lebih cepat menghasilkan uang. Situasi ini terjadi karena produktivitas rendah akibat dari kurangnya akses ke teknologi dan informasi pertanian modern.

Kaum milenial cenderung melihat bertani identik dengan pekerjaan kasar, kotor dan penghasilan rendah. Hal ini bertolak belakang dengan perilaku mereka yang akrab dengan gadget, teknologi digital, dan media sosial.

“Karena itulah kami menawarkan solusi, bagaimana memanfaatkan teknologi pertanian 4.0 untuk menarik milenial agar mau terjun di sektor pertanian,” ujar Irsan.

Menurut Irsan, beberapa proyeknya telah berhasil menerapkan IoT. Salah satunya adalah Sarwo, seorang petani cabai di Lampung yang mampu meningkatkan produksinya hingga 8 ton per hektar. Hasil ini dicapai setelah petani teresbut memanfaatkan teknologi kreasi digitan dari Habibi Garden dalam pemantauan kebutuhan air untuk tanaman cabai.

Pemanfaatan teknologi di era industry 4.0 mutlak sangat perlu dimaksimalkan. Pasalnya saat ini sudah memasuki modernisasi pertanian sehingga para petani harus segera menyesuaikan diri dengan proses transformasi pertanian yang tengah berlangsung.

Para petani yang didukung Penyuluh Pertanian Lapangan harus segera menyesuaikan diri transformasi ini. Ada empat komponen penting dalam proses adopsi teknologi modern:

  1. Teknoware

Teknologi pertanian dimulai dari software dan hardware. Kementerian Pertanian pun sudah menyiapkan perangkat untuk mendukung kinerja penyuluh dalam menghadapi era industry 4.0 seperti Sistem Manajemen Penyuluh Pertanian (SIMHULTAN), e-RDKK, hingga cyber extention.

  1. Humanware

Para penyuluh pertanian harus mampu mengikuti perkembangan teknoligi informasi dan komunikasi (TIK), menguasai TIK, dan modernisasi pertanian. Mereka harus elalu mengupdate informasi dan mengoperasionalkan sistem yang telah disiapkan Kementan.

  1. Organoware

Organoware bisa dikatakan sebagai organisasi atau kelembagaan pertaniannya. Dalam hal ini Kementan telah merancang pengembangan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berbasis IT. Lembaga ini mempunyai peran strategis yakni meningkatkan kapasitas para penyuluh pertanian dalam hal penguasaan teknologi pertanian.

  1. Infoware

Informasi ini harus dikemas dan mudah dipahami. Dengan demikian BPP mampu melayani informasi secara cepat dan tepat waktu sesuai kebutuhan baik secara online service atau digital service dan berperan memberikan edukasi untuk memajukan sektor pertanian di era industry 4.0.

Bahkan demi mendukung modernisasi pertanian ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Universitas Gadjah Mada untuk dapat mengharmonisasikan konsep agrarisasi dengan industrialisasi.

“Konsep agrarisasi dan industrialisasi sering dikontradisikan dengan konsep pascaindustri yang cenderung konservasi dan konservatif,” kata Jokowi.

Untuk itu, Jokowi berharap Fakultas Kehutanan UGM bisa menemukan titik temu atau menjadi jembatan penghubung dari konsep itu.

Petani Hasilkan Produk, Milenial Pasarkan Produk

Kementerian Pertanian terus mengajak kaum milenial untuk terjun di bisnis pertanian. Generasi milenial dinilai harus mulai bersaing dengan pasar global yang telah menggunakan teknologi sebagai srana produksi.

Para milenial bisa terlibat di sektor pertanian melalui berbagai macam cara. Salah satunya dengan ikut berperan memasarkan produk-produk pertanian. Potensi untuk memasarkan produk pertanian di era industry 4.0 seperti saat ini cenderung lebih mudah.

Para milenial bisa melalui Tanihub, yang sudah mengembangkan sistem distribusi hasil pertanian 4.0 sejak empat tahun lalu. Dengan adanya program ini, milenial tidak pelu lagi pergi ke kota untuk bekerja. Mereka bisa mengembangkan petanian desanya dengan cara memasarkan produk hasil pertanian cukup di rumah saja.

Lewat Tanihub ini, milenial bisa memasarkan produk pertanian ke seluruh Indonesia. Sementara dari Tanihub sendiri melakukan pembinaan kepada para petani supplier mengenai cara bertani yang baik.

Selain teknologi, senjata lain untuk bersaing di pasar global adalah dengan penggunaan pupuk yang berkualitas. Contoh pupuk yang berkualitas adalah pupuk-pupuk urea, amoniak, dan NPK hasil produksi dari Pupuk Kaltim.

Pupuk-pupuk produksi Pupuk Kaltim kini semakin berkualitas. Apalagi mereka terus berinovasi dengan pembuatan pupuk berbasis teknologi dalam mendukung produktivitas pertanian.

Bahkan Pupuk Kaltim yang merupakan anak usaha dari Pupuk Indonesia juga mengembangkan inovasi teknologi pertanian Precision Agriculture Platform for Oil Palm (PreciPalm). Inovasi ini berupa pemanfaatan teknologi informasi untuk menentukan rekomendasi pemupukan presisi dengan menggunakan teknologi satelit. 

Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan Precipalm dapat menyediakan informasi mengenai unsur makro lahan kelapa sawit secara cepat dan presisi dalam bentuk peta digital lahan yang diolah dari citra satelit dan model matematis.

Dari informasi karakteristik lahan ini, akan dihasilkan rekomendasi pemupukan Nitrogen, Phospor, Kalium, dan Magnesium, serta dapat digunakan untuk pemantauan kondisi nutrisi lahan perkebunan pasca pemupukan secara realtime. (*)

Topik
Artikel Terbaru