Free cookie consent management tool by TermsFeedTahukah Kamu: Bahaya Penggunaan Pupuk Zat Kimia Bagi Tanah dan Tanaman - Demfarm
logo-demfarm

Tahukah Kamu: Bahaya Penggunaan Pupuk Zat Kimia Bagi Tanah dan Tanaman

·
<p>Tahukah Kamu Bahaya Penggunaan Pupuk Zat Kimia Bagi Tanah dan Tanaman</p>

Tahukah Kamu Bahaya Penggunaan Pupuk Zat Kimia Bagi Tanah dan Tanaman

(Istimewa)

Penggunaan pupuk kimia yang terus menerus bisa menyebabkan kerusakan pada tanah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus mengingatkan bahaya tersebut.

Pusat Peneliti Biologi LIPI, Sarjiya Antonius menyebut para petani Indonesia saat ini lebih banyak berkiblat pada pupuk anorganik. Menurutnya, jika pupuk kimia tersebut digunakan dalam jangka 25 tahun, bisa dibayangkan kerusakan yang terjadi pada tanah dan lahan pertanian.

Berikut ini adalah efek penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang:

  1. Merusak kesuburan tanah

Pupuk kimia tidak semuanya dapat diserap oleh tanaman. Masih banyak sisa-sisa bahan kimia tertinggal di tanah. Zat kimia yang tersisa kemudian akan mengganggu keseimbangan unsur hara tanah. Akibatnya pertumbuhan dan produktivitas tanaman terganggu.

  1. Membunuh organisme dan mikroorganisme tanah

Zat kimia yang tidak terserap tanaman akan membuat tanah menjadi padat. Hal ini bisa berdampak pada matinya mikroorganisme tanah sehingga penguraian bahan organik tanah akan terganggu sehingga tanah menjadi tidak subur. Selain itu, binatang-binatang tanah seperti cacing dan serangga akan mati.

  1. Produktivitas menurun dan biaya produksi meningkat

Tanah yang selalu diberi pupuk kimia tanpa diimbangi pupuk organik akan menurun produktivitasnya sehingga diperlukan penambahan dosis dalam penggunaan pupuk kimia. Penambahan dosis ini tentu akan membuat biaya produksi meningkat dan berdampak pada penurunan keuntungan petani.

Penanganan sampah yang baik bisa menghasilkan produk yang bermanfaat. Salah satu produk bermanfaat tersebut adalah pupuk.

Contoh instansi yang mampu melakukan pengelolaan sampah adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes. Sejak tahun 2014, Pemkab Brebes melakukan pengolahan sampah dengan menggunakan mesin sederhana di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Gandasuli, Kecamatan Brebes. 

Sampah dipilah menjadi dua bagian, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah yang bisa diolah menjadi pupuk adalah sampah organik yang dicacah di mesin dan diolah kembali dengan mesin lanjutan hingga menghasilkan pupuk (kompos).

Pengelolaan sampah menjadi pupuk juga dilakukan Komunitas Bali Harmoni. Salah satu anggota Bali Harmoni, Wawan Ariawan menyebut sampah-sampah organic bisa dikumpulkan untuk menjadi pupuk organik dalam bentuk pupuk cair.

Sampah organik bisa dijadikan pupuk dengan menggunakan tabung komposer. Tabung komposer bisa dibuat sendiri secara sederhana dengan ember bekas atau bahan bekas lainnya.

Memanfaatkan Pupuk Organik Untuk Berkebun

Tren baru di masyarakat muncul pada masa pandemi COVID-19. Mengingat banyaknya aktivitas di rumah, sebagian orang mulai mencari aktivitas baru. Salah satunya adalah dengan cara berkebun.

Dalam berkebun ini, pupuk menjadi salah satu ornamen yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesuburan tanaman. Sebagian orang pun berusaha membuat pupuk organik (kompos) sendiri. 

Pembuatan kompos sendiri ini ternyata mampu menekan jumlah sampah organik rumah tangga. Sejauh ini, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebesar 60% sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan sampah organik.

Karena itulah, pembuatan kompos sangat perlu digalakkan. Membuat kompos merupakan salah satu cara untuk mengolah sisa bahan organik di rumah menjadi pupuk agar tidak dibuang hingga ke TPA. 

Pembuatan kompos ini bisa dilakukan dengan mencampur sisa bahan organik dan organisme pengurai menggunakan komposter, yaitu alat untuk pengomposan seperti misalnya tong bekas. 

Ada berbagai macam komposter yang patut diperhatikan agar cocok dengan kondisi dan karakteristik rumah kita.

  1. Komposter Takakura

Metode ini diperkenalkan Koji Takakura, seorang ahli kimia dari Himeji Institute of Technology Jepang di Surabaya pada 2004 silam. Komposter ini biasanya menggunakan keranjang cucian bekas yang berlubang-lubang dan dilapisi kardus bekas. 

  1. Komposter Pot atau Gerabah

Pot atau gerabah memiliki pori-pori yang mampu memberikan sirkulasi udara lebih baik daripada penggunaan plastik. 

  1. Komposter Drum atau Kontainer

Komposter jenis ini cocok digunakan di lahan sempit maupun di dalam ruangan. Untuk mendapatkan sirkulasi udara, komposter ini harus dilubangi bagian bawahnya.

  1. Worm Bin 

Komposter ini dibuat dengan menggunakan cacing sebagai pengurai. Cacing dimasukkan ke dalam wadah kotak atau plastik.

  1. Biopori

Biopori merupakan komposter yang terletak di bawah tanah dalam bentuk lubang. Komposter ini bisa menampung segala macam material organik termasuk sisa organik basah yang berminyak dan berlemak.

Lalu, bagaimana cara membuat komposnya? Sebelum aktivitas membuat kompos dimulai, lebih dulu siapkan bahan baku berupa sampah coklat, sampah hijau, tanah, cairan cucian beras, dan bioaktivator berupa EM4 yang berfungsi untuk mempercepat penguraian. Selanjutnya pilih alat sesuai dengan jenis komposter yang dipilih.

Isi komposter tersebut dengan sampah hijau dan sampah coklat dengan perbandingan yang seimbang. Kompos yang sudah jadi kemudian dicampurkan dengan tanah biasa dengan perbandingan 1:1.

Langkah berikutnya, cucian beras dimasukkan lalu bak kompos ditutup dengan rapat. Setiap satu minggu komposter harus diaduk. Mikroba akan mulai bekerja mengurai sampah pada minggu kedua.

Kompos akan jadi dalam waktu 4-6 minggu, dengan ciri-ciri berwarna kehitaman dan tidak bau. Selanjutnya kompos bisa diambil dengan cara diayak. Bagian kompos yang kasar bisa kembali dicampurkan dalam komposter sebagai activator.

Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik terbaik yang aman dan alami. Biaya untuk pembuatan kompos ini juga cukup murah sehingga kompos banyak digunakan untuk memupuk tanaman. 

Perusahaan yang Sudah Mengelola Sampah Menjadi Pupuk

Pentingnya pengelolaan sampah mulai menjadi perhatian sejumlah perusahaan di Indonesia. Salah satu perusahaan yang sangat peduli akan pentingnya hal ini adalah PT Pupuk Kaltim.

Dalam beberapa tahun terakhir, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) ini berkomitmen menekan penumpukan sampah melalui program tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Berbagai upaya penanggulangan maupun pemanfaatan sampah agar bernilai ekonomis terus dilakukan oleh PT Pupuk Kaltim.

Dengan menggandeng Pemerintah Kota Bontang, PT Pupuk Kaltim menginisiasi TPST Bessai Berinta yang menjadi wadah pemilahan untuk mengurangi volume sampah yang ditampung di TPA Bontang Lestari. Vice President CSR Pupuk Kaltim Anggono Wijaya mengatakan, TPST Bessai Berinta merupakan pengembangan dari program Bank Sampah Bessai Berinta yang bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bontang.

Untuk itu, TPST Bessai Berinta memberdayakan masyarakat dan melibatkan kelompok swadaya masyarakat (KSM) dalam pemilahan sampah ini.

“Sampah-sampah yang masuk ke TPST ini ada dua jenis yakni organik dan anorganik. Sampah organik akan diolah menjadi kompos, sementara sampah anorganik yang memiliki nilai ekonomis akan dipilah lagi untuk dijual,” kata Anggono. 

Sejak akhir 2020 lalu, potensi peningkatan produksi menjadi lebih besar setelah TPST ini melakukan inovasi pengolahan sampah sisa makanan dengan budidaya BSF manggot. Hal ini disebabkan budidaya BSF manggot mampu menghasilkan berbagai macam produk serpti kasgot (kompos padat) dan lindi (kompos cair). 

Topik
Artikel Terbaru