Upaya Menghadapi Tantangan Iklim dengan Pertanian yang Berkelanjutan
Perubahan iklim yang terjadi saat ini telah menjadi keprihatinan serius dan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan sehari-hari. Salah satu sektor yang terkena dampak paling besar adalah pertanian. Perubahan iklim telah membawa berbagai tantangan kompleks bagi para petani, salah satunya adalah ketersediaan air bersih yang semakin berkurang akibat penurunan curah hujan.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami penurunan tingkat curah hujan sekitar 1-4% hingga tahun 2034 jika dibandingkan dengan periode tahun 1995-2010. Dampak dari penurunan curah hujan ini adalah berkurangnya pasokan air bersih, yang berpotensi memicu konflik alokasi air, terutama dalam konteks pertanian, industri, dan energi.
"Situasi ini menimbulkan ancaman serius terhadap sektor pertanian, serta menantang pemerintah untuk mencari solusi yang efektif dalam menghadapi perubahan iklim ini," ujar Suharso dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, yang berlangsung pada Senin, 21 Agustus 2023, di Kantor Kementerian PPN/Bappenas.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan ini. Langkah-langkah inovatif dan berkelanjutan harus diambil untuk memastikan ketersediaan air bersih yang memadai bagi pertanian, industri, dan kebutuhan energi. Dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, kolaborasi antara pemerintah, para ahli, dan masyarakat merupakan kunci untuk menciptakan solusi yang efisien dan berkelanjutan guna melindungi sektor-sektor vital negara ini dari ancaman perubahan iklim yang terus meningkat.
Dampak Perubahan Iklim untuk Pertanian
Perubahan iklim tidak hanya mengurangi pasokan air bersih untuk pertanian, tetapi juga memengaruhi waktu penanaman akibat pergeseran awal dan akhir musim hujan. Dalam sektor pertanian, dampak ini mempersingkat periode variasi iklim, termasuk siklus El-Nino-Southern Oscillation yang seharusnya terjadi setiap 3-7 tahun, kini berlangsung lebih cepat, sekitar 2-5 tahun. Fenomena ini, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), diproyeksikan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2023.
BMKG telah memberikan peringatan bahwa dampak perubahan ini akan mencakup kelangkaan air, risiko kebakaran hutan dan lahan, serta penurunan produktivitas pangan. Untuk melawan dampak-dampak ini, langkah-langkah mitigasi dan adaptasi yang efektif diperlukan. Saat ini, dampak dari perubahan siklus El-Nino telah menyebabkan penurunan produksi padi di Indonesia. Menurut proyeksi dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), penurunan ini mencapai 1,13-1,89 juta ton atau sekitar 9-20%, mengakibatkan pengurangan pendapatan petani dalam skala besar. Keberlanjutan produksi pangan dan ketahanan pangan menjadi semakin mendesak, mendorong perlunya tindakan segera dan koordinasi yang erat dari berbagai pihak terkait untuk melindungi sektor vital ini dari ancaman yang terus berkembang akibat perubahan iklim.
Upaya Sektor Pertanian menghadapi Perubahan Iklim
Besarnya dampak dari perubahan iklim tentu sangat merugikan. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya-upaya agar sektor pertanian tetap bertahan. Upaya yang bisa dilakukan oleh petani adalah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Upaya tersebut adalah suatu bentuk antisipasi untuk menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk mengurangi dampak bencana. Beberapa upaya mitigasi yang bisa dilakukan adalah seperti penggunaan varietas padi rendah emisi, penggunaan pupuk ZA sebagai sumber pupuk N. aplikasi teknologi tanpa olah tanah dan teknologi berselang yang dapat menghemat air juga dapat mengurangi emisi gas metana dari lahan sawah.
Teknologi adaptasi yang bisa dilakukan oleh petani yaitu penyesuaian waktu dan pola tanam guna mengurangi atau menghindari dampak perubahan iklim akibat pergeseran musim dan perubahan curah hujan. Selanjutnya petani bisa menggunakan varietas unggul yang tahan akan kekeringan, rendaman dan salinitas. Petani juga bisa menggunakan teknologi panen hujan yaitu salah satu teknologi alternatif pengelolaan air dengan prinsip menampung kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau. Selanjutnya adalah teknologi irigasi yang sudah dikembangkan untuk mengatasi cekaman air pada tanaman dengan sumur renteng, irigasi kapiler, irigasi tetes, irigasi macak- macak, irigasi bergilir, dan irigasi berselang.
Inovasi Pupuk Kaltim dalam Menghadapi Era Digitalisasi dan Perubahan Iklim
Menghadapi era digitalisasi dan perubahan iklim, Pt Pupuk Kalimantan Timur (PKT) terus melakukan inovasi. Selain inovasi, PKT juga terus mencari cara untuk meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) di lingkungan perusahaan. PKT mengusung konsep produksi cerdas dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam aktivitas produksi maupun K3, sehingga dapat menguatkan performa dan manajemen resiko dalam mendukung strategi bisnis perusahaan berjalan sesuai tujuan.
Implementasi K3 telah menjadi budaya kerja PKT dengan bermacam terobosan dan inovasi serta terus dikembangkan setiap tahunnya. Dalam menghadapi era digitalisasi dan perubahan iklim, perlindungan untuk tenaga kerja dengan standar K3 harus diimplementasikan secara maksimal guna mewujudkan lingkungan kerja yang aman. Komitmen dari konsep produksi kerja cerdas terdiri dari tiga pilar yaitu lingkungan hidup, produktivitas dan reliabilitas serta efisiensi energi dan bahan baku.
Implementasi K3 yang diusung oleh PKT mengacu pada Sistem Manajemen Keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan hal wajib yang harus dilakukan dalam mendukung aktivitas perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2012. Implementasi K3 ini juga merupakan upaya PKT dalam meningkatkan kepercayaan konsumen di pasar nasional maupun global, didukung standar bertaraf internasional seperti IFA Protect and Sustain serta Responsible Care. (Fitri)